Ibu kota
|
Daha, Dahanapura
|
|
Bahasa
|
||
Agama
|
||
Bentuk Pemerintahan
|
||
Raja
|
||
-
|
1042-?
|
|
-
|
1194–1222
|
|
Sejarah
|
||
-
|
1045
|
|
-
|
antara 1116-1135
|
|
-
|
||
-
|
1222
|
|
Mata uang
|
Koin emas dan perak
|
Assalamu'alaikum
Wr. Wb.Selamat datang di blogArtikel & Materi .
Senang sekali rasanya kali ini dapat kami bagikan artikel tentang Kerajaan
Kediri meliputi Berdirinya Kerajaan Kediri, Raja-raja, kehidupan ekonomi,
sosial, budaya, masa kejayaan dan keruntuhan kerajaan kediri, serta prasasti
penginggalan Kerajaan Kediri.
Kerajaan
Kediri (Kerajaan Panjalu) adalah sebuah kerajaan dengan corak Hindu-Budha.
Kerajaan yang berdiri pada tahun 1042 ini merupakan bagian dari kerajaan yang
lebih besar, yaitu Kerajaan Mataram Kuno (Wangsa
Isyana), dan pusat kerajaannya terletak di tepi
sungai Brantas yang merupakan jalur pelayaran besar pada masa itu.
1.
Berdirinya Kerajaan Kediri
Pada
tahun 1d019, Airlangga berhasil naik menjadi raja Medang Kamulan. Saat sedang
memerintah, Airlangga berhasil mengembalikan kewibawaan Medang Kamulan dan
akhirnya memindahkan pusat pemerintahannya ke Kahuripan. Pada tahun 1041,
Airlangga memerintahkan kerajaan untuk dibagi menjadi dua bagian. Pembagian itu
dilakukan oleh Mpu Bharada, Brahmana yang terkenal sakti. Dua kerajaan yang
terbelah tadi lalu dikenal sebagai Jenggala (Kahuripan) dan Panjalu (Kediri)
dan dipisahkan oleh gunung Kawi dan Sungai Brantas. Kejadian ini kemudian
dikisahkan dalam prasasti Mahasukbya, serat Calon Arang, dan kitab
Negarakertagama. Meskipun tujuan awal Airlangga memecah kerajaan menjadi dua
adalah agar tidak ada perebutan kekuasaan, pada praktiknya kedua putra
Airlangga tetap bersaing bahkan setelah mereka masing-masing diberi kerajaan
sendiri.
Kerajaan
Jenggala meliputi daerah Malang dan delta sungai Brantas dengan pelabuhannya
Surabaya, Rembang, dan Pasuruhan, ibu kotanya Kahuripan, sedangkan Panjalu
kemudian dikenal dengan nama Kediri meliputi Kediri, Madiun, dan ibu kotanya
Daha. Berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan masing-masing kerajaan
saling merasa berhak atas seluruh tahta Airlangga sehingga terjadilah
peperangan.
Pada
akhir November 1042, Airlangga terpaksa membelah wilayah kerajaannya karena kedua putranya
bersaing memperebutkan takhta. Putra yang bernama Sri Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat bernama Panjalu yang berpusat di kota
baru, yaitu Daha. Sedangkan putra yang bernama Mapanji Garasakan mendapatkan kerajaan timur bernama Janggala yang berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan.
Panjalu dapat dikuasai Jenggala dan diabadikanlah nama Raja Mapanji Garasakan
(1042 – 1052 M) dalam prasasti Malenga. Ia tetap memakai lambang Kerajaan
Airlangga, yaitu Garuda Mukha.
Mapanji
Garasakan memerintah tidak lama. Ia digantikan
Raja Mapanji Alanjung (1052 – 1059 M). Mapanji Alanjung kemudian diganti lagi olehSri
Maharaja Samarotsaha. Pertempuran yang terus menerus antara Jenggala dan Panjalu
menyebabkan selama 60 tahun tidak ada berita yang jelas mengenai kedua kerajaan
tersebut hingga munculnya nama Raja Bameswara (1116 – 1135 M) dari Kediri. Pada masa itu ibu kota Panjalu telah dipindahkan dari Daha ke
Kediri sehingga kerajaan ini lebih dikenal dengan nama Kerajaan Kediri.
Pada
awalnya perang saudara tersebut, dimenangkan oleh Jenggala tetapi pada
perkembangan selanjutnya Panjalu/Kediri yang memenangkan peperangan dan
menguasai seluruh tahta Airlangga. Dengan demikian di Jawa Timur berdirilah
kerajaan Kediri dimana bukti-bukti yang menjelaskan kerajaan tersebut, selain
ditemukannya prasasti-prasasti juga melalui kitab-kitab sastra. Dan yang banyak
menjelaskan tentang kerajaan Kediri adalah hasil karya berupa kitab sastra.
Hasil karya sastra tersebut adalah kitab Kakawin Bharatayudha yang ditulis Mpu
Sedah dan Mpu Panuluh yang menceritakan tentang kemenangan Kediri/Panjalu atas
Jenggala.
2.
Raja-Raja Kerajaan
Kediri
Sri
Samarawijaya, merupakan putra Airlangga yang namanya ditemukan dalam prasasti
Pamwatan (1042).
Sri Jayawarsa, berdasarkan prasasti Sirah Keting (1104). Tidak diketahui dengan pasti apakah ia adalah pengganti langsung Sri Samarawijaya atau bukan.
Sri Bameswara, berdasarkan prasasti Padelegan I (1117), prasasti Panumbangan (1120), dan prasasti Tangkilan (1130).
Sri Jayabhaya, merupakan raja terbesar Panjalu, berdasarkan prasasti Ngantang (1135), prasasti Talan (1136), dan Kakawin Bharatayuddha (1157).
Sri Sarweswara, berdasarkan prasasti Padelegan II (1159) dan prasasti Kahyunan (1161).
Sri Aryeswara, berdasarkan prasasti Angin (1171).
Sri Gandra, berdasarkan prasasti Jaring (1181).
Sri Kameswara, berdasarkan prasasti Ceker (1182) dan Kakawin Smaradahana.
Sri Kertajaya, berdasarkan prasasti Galunggung (1194), Prasasti Kamulan (1194), prasasti Palah (1197), prasasti Wates Kulon (1205), Nagarakretagama, dan Pararaton.
Sri Jayawarsa, berdasarkan prasasti Sirah Keting (1104). Tidak diketahui dengan pasti apakah ia adalah pengganti langsung Sri Samarawijaya atau bukan.
Sri Bameswara, berdasarkan prasasti Padelegan I (1117), prasasti Panumbangan (1120), dan prasasti Tangkilan (1130).
Sri Jayabhaya, merupakan raja terbesar Panjalu, berdasarkan prasasti Ngantang (1135), prasasti Talan (1136), dan Kakawin Bharatayuddha (1157).
Sri Sarweswara, berdasarkan prasasti Padelegan II (1159) dan prasasti Kahyunan (1161).
Sri Aryeswara, berdasarkan prasasti Angin (1171).
Sri Gandra, berdasarkan prasasti Jaring (1181).
Sri Kameswara, berdasarkan prasasti Ceker (1182) dan Kakawin Smaradahana.
Sri Kertajaya, berdasarkan prasasti Galunggung (1194), Prasasti Kamulan (1194), prasasti Palah (1197), prasasti Wates Kulon (1205), Nagarakretagama, dan Pararaton.
3.
Kehidupan Ekonomi
Kediri
merupakan kerajaan agraris dan maritim. Masyarakat yang hidup di daerah
pedalaman bermata pencaharian sebagai petani. Hasil pertanian di daerah
pedalaman Kerajaan Kediri sangat melimpah karena didukung oleh kondisi tanah
yang subur. Hasil pertanian yang melimpah memberikan kemakmuran bagi rakyat.
Masyarakat
yang berada di daerah pesisir hidup dari perdagangan dan pelayaran. Pada masa
itu perdagangan dan pelayaran berkembang pesat. Para pedagang Kediri sudah
melakukan hubungan dagang dengan Maluku dan Sriwijaya.
Pada
masa itu, mata uang yang terbuat dari emas dan campuran antara perak, timah,
dan tembaga sudah digunakan. Hubungan antara daerah pedalaman dan daerah
pesisir sudah berjalan cukup lancar. Sungai Brantas banyak digunakan untuk lalu
lintas perdagangan antara daerah pedalaman dan daerah pesisir.
4.
Kehidupan Sosial Budaya
Kondisi
masyarakat Kediri sudah teratur. Penduduknya sudah memakai kain sampai di bawah
lutut, rambut diurai, serta rumahnya bersih dan rapi. Dalam perkawinan,
keluarga pengantin wanita menerima maskawin berupa emas. Orang-orang yang sakit
memohon kesembuhan kepada dewa dan Buddha.
Perhatian
raja terhadap rakyatnya sangat tinggi. Hal itu dibuktikan pada kitab Lubdaka
yang berisi tentang kehidupan sosial masyarakat pada saat itu. Tinggi rendahnya
martabat seseorang bukan berdasarkan pangkat dan harta bendanya, tetapi
berdasarkan moral dan tingkah lakunya. Raja juga sangat menghargai dan
menghormati hak-hak rakyatnya. Akibatnya, rakyat dapat leluasa menjalankan
aktivitas kehidupan sehari-hari.
Pada
zaman Kediri karya sastra berkembang pesat. Banyak karya sastra yang
dihasilkan. Pada masa pemerintahan Jayabaya, raja pernah memerintahkan kepada
Empu Sedah untuk mengubah kitab Bharatayuda ke dalam bahasa Jawa Kuno. Karena
tidak selesai, pekerjaan itu dilanjutkan oleh Empu Panuluh. Dalam kitab itu,
nama Jayabaya disebut beberapa kali sebagai sanjungan kepada rajanya. Kitab itu
berangka tahun dalam bentuk candrasangkala, sangakuda suddha candrama (1079
Saka atau 1157 M). Selain itu, Empu Panuluh juga menulis kitab Gatutkacasraya
dan Hariwangsa.
Pada
masa pemerintahan Kameswara juga ditulis karya sastra, antara lain sebagai
berikut.
- Kitab
Wertasancaya, yang berisi petunjuk tentang cara membuat syair yang baik.
Kitab itu ditulis oleh Empu Tan Akung.
- Kitab
Smaradhahana, berupa kakawin yang digubah oleh Empu Dharmaja. Kitab itu
berisi pujian kepada raja sebagai seorang titisan Dewa Kama. Kitab itu
juga menyebutkan bahwa nama ibu kota kerajaannya adalah Dahana.
- Kitab
Lubdaka, ditulis oleh Empu Tan Akung. Kitab itu berisi kisah Lubdaka
sebagai seorang pemburu yang mestinya masuk neraka. Karena pemujaannya
yang istimewa, ia ditolong dewa dan rohnya diangkat ke surga.
Selain
karya sastra tersebut, masih ada karya sastra lain yang ditulis pada zaman
Kediri, antara lain sebagai berikut.
- Kitab
Kresnayana karangan Empu Triguna yang berisi riwayat Kresna sebagai anak
nakal, tetapi dikasihi setiap orang karena suka menolong dan sakti. Kresna
akhirnya menikah dengan Dewi Rukmini.
- Kitab
Samanasantaka karangan Empu Managuna yang mengisahkan Bidadari Harini yang
terkena kutuk Begawan Trenawindu.
Adakalanya cerita itu dijumpai dalam
bentuk relief pada suatu candi. Misalnya, cerita Kresnayana dijumpai pada
relief Candi Jago bersama relief Parthayajna dan Kunjarakarna.
5. Masa
Kejayaan Kerajaan Kediri
Kerajaan
Kediri mencapai puncak kejayaan ketika masa pemerintahan Raja Jayabaya. Daerah
kekuasaannya semakin meluas yang berawal dari Jawa Tengah meluas hingga hampir
ke seluruh daerah Pulau Jawa. Selain itu, pengaruh Kerajaan Kediri juga sampai
masuk ke Pulau Sumatera yang dikuasai Kerajaan Sriwijaya. Kejayaan pada saat
itu semakin kuat ketika terdapat catatan dari kronik Cina yang bernama Chou Ku-fei
pada tahun 1178 M berisi tentang Negeri paling kaya di masa kerajaan Kediri
pimpinan Raja Sri Jayabaya. Bukan hanya daerah kekuasaannya saja yang besar,
melainkan seni sastra yang ada di Kediri cukup mendapat perhatian. Dengan
demikian, Kerajaan Kediri semakin disegani pada masa itu.
6.
Runtuhnya Kerajaan Kediri
Runtuhnya
kerajaan Kediri dikarenakan pada masa pemerintahan Kertajaya , terjadi
pertentangan dengan kaum Brahmana. Mereka menggangap Kertajaya telah melanggar
agama dan memaksa meyembahnya sebagai dewa. Kemudian kaum Brahmana meminta
perlindungan Ken Arok , akuwu Tumapel. Perseteruan memuncak menjadi pertempuran
di desa Ganter, pada tahun 1222 M. Dalam pertempuarn itu Ken Arok dapat
mengalahkan Kertajaya, pada masa itu menandai berakhirnya kerajaan Kediri.
Setelah
berhasil mengalah kan Kertanegara, Kerajaan Kediri bangkit kembali di bawah
pemerintahan Jayakatwang. Salah seorang pemimpin pasukan Singasari, Raden
Wijaya, berhasil meloloskan diri ke Madura. Karena perilakunya yang baik,
Jayakatwang memperbolehkan Raden Wijaya untuk membuka Hutan Tarik sebagai
daerah tempat tinggalnya. Pada tahun 1293, datang tentara Mongol yang dikirim
oleh Kaisar Kubilai Khan untuk membalas dendam terhadap Kertanegara. Keadaan
ini dimanfaatkan Raden Wijaya untuk menyerang Jayakatwang. Ia bekerjasama
dengan tentara Mongol dan pasukan Madura di bawah pimpinan Arya Wiraraja untuk
menggempur Kediri. Dalam perang tersebut pasukan Jayakatwang mudah dikalahkan.
Setelah itu tidak ada lagi berita tentang Kerajaan Kediri.
7.
Prasasti Peninggalan Kerajaan Kediri
Sejarah tentang kerajaan Kediri diketahui dari
beberapa peninggalan Kerajaan Kediri, salah satunya dari prasasti Kerajaan
Kediri. Berikut prasasti-prasastinya.
Prasasti Sirah Keting
Prasasti ini berisi tentang pemberian penghargaan berupa tanah dari Jayawarsa kepada rakyat desa sebab telah berjasa.
Prasasti di Tulungagung dan Kertosono
Kedua prasasti ini berisi tentang masalah keagamaan. Kedua prasasti ini berasal dari Raja Kameshwara.
Prasasti Ngantang
Prasasti ini berisi tentang pemberian hadiah berupa tanah nan dibebaskan dari pajak oleh Jayabaya. Prasasti ini ditujukan buat rakyat Desa Ngantang sebab telah mengabdi buat Kemajuan Kediri.
Prasasti Jaring
Prasasti ini dibuat oleh Raja Gandra. Isinya ialah nama-nama nan berasal dari nama hewan, seperti Tikus Jinada, Kebo Waruga, dan sebagainya. Hal ini memunculkan adanya birokrasi kerajaan.
Prasasti Kamulan
Prasasti ini berisi tentang peristiwa dikalahkannya musuh oleh Kediri di istana Katang-Katang.
Prasasti Padelegan
Prasasti ini dibuat oleh Raja Kameshwara guna mengenang rasa bakti penduduk Padelegan pada raja.
Prasasti Panumbangan
Prasasti ini berisi tentang pemberian anugerah raja buat penduduk Panumbangan sebab telah mengabdi kepada rakyat.
Prasasti Talan
Prasasti ini berisi tentang diberikannya hak istimewa oleh raja kepada penduduk Desa Talan dengan cara membebaskan rakyat dari pajak.
Prasasti Sirah Keting
Prasasti ini berisi tentang pemberian penghargaan berupa tanah dari Jayawarsa kepada rakyat desa sebab telah berjasa.
Prasasti di Tulungagung dan Kertosono
Kedua prasasti ini berisi tentang masalah keagamaan. Kedua prasasti ini berasal dari Raja Kameshwara.
Prasasti Ngantang
Prasasti ini berisi tentang pemberian hadiah berupa tanah nan dibebaskan dari pajak oleh Jayabaya. Prasasti ini ditujukan buat rakyat Desa Ngantang sebab telah mengabdi buat Kemajuan Kediri.
Prasasti Jaring
Prasasti ini dibuat oleh Raja Gandra. Isinya ialah nama-nama nan berasal dari nama hewan, seperti Tikus Jinada, Kebo Waruga, dan sebagainya. Hal ini memunculkan adanya birokrasi kerajaan.
Prasasti Kamulan
Prasasti ini berisi tentang peristiwa dikalahkannya musuh oleh Kediri di istana Katang-Katang.
Prasasti Padelegan
Prasasti ini dibuat oleh Raja Kameshwara guna mengenang rasa bakti penduduk Padelegan pada raja.
Prasasti Panumbangan
Prasasti ini berisi tentang pemberian anugerah raja buat penduduk Panumbangan sebab telah mengabdi kepada rakyat.
Prasasti Talan
Prasasti ini berisi tentang diberikannya hak istimewa oleh raja kepada penduduk Desa Talan dengan cara membebaskan rakyat dari pajak.
Prasasti
Ceker
Prasasti ini berisi tentang anugerah raja nan diberikan kepada penduduk Desa Ceker sebab telah mengabdi buat kemajuan Kediri.
Prasasti ini berisi tentang anugerah raja nan diberikan kepada penduduk Desa Ceker sebab telah mengabdi buat kemajuan Kediri.
Demikian artikel
tentang Kerajaan
Kediri meliputi Berdirinya Kerajaan Kediri, Raja-raja, kehidupan ekonomi,
sosial, budaya, masa kejayaan dan keruntuhan kerajaan kediri, serta prasasti
penginggalan Kerajaan Kediri. Semoga bermanfaat...
0 komentar:
Posting Komentar